Karakteristik Kejahatan Korporasi
Karakteristik Dari Kejahatan Korporasi.
Kejahatan Korporasi merupakan bagian dari White Collar Crime. Pengertian kejahatan Korporasi yang paling mudah untuk dimengerti adalah pengertian yang ditawarkan oleh Braithwaite. Kejahatan Korporasi menurut pengertian yang diberikan oleh Braithwaite adalah perbuatan dari suatu Korporasi, atau pegawainya yang bertindak untuk Korporasi, dimana perbuatan tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa karakteristik kejahatan Korporasi sebagai kejahatan Terorganisir adalah:
- Adanya kelompok dengan hierarki khusus
- Adanya sistem sanksi yang berlaku di dalam kelompok dan bersifat kekerassan
- Keuntungan yang diperoleh dari kejahatan sering kali diinvestasikan dalam kegiatan yang sah (white washing)
- Kelompok tersebut lebih dari satu kali melakukan kejahatan
- Terjadi penyuapan terhadap pejabat pemerintah dan/atau staf perusahaan swasta
Menurut Muladi seperti dikutip Nyoman Putra Jaya menerangkan karakteristik kejahatan White Collar Crime seperti berikut ini:
- Kejahatan tersebut sulit dilihat (low visibility), karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan yang normal dan rutin, melibatkan keahlian profesional dan sistem organisasi yang kompleks.
- Kejahatan tersebut sangat kompleks (complexity), karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan dan pencurian, serta seringkali berkaitan dengan sesuatu yang ilmiah, teknologis, Finansial, legal, terorganisasikan, melibatkan banyak orang serta berjalan bertahun-tahun.
- Terjadinya penyebaran tanggungjawab (diffusion of responsibility) yang semakin luas akibat kompleksitas organisasi.
- Penyebaran korban yang luas (diffusion of victimization), seperti polusi, penipuan konsumen, dan sebagainya.
- Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan (detection and prosecution) sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dengan pelaku.
- Peraturan yang tidak jelas (ambiguous laws), yang sering menimbulkan kerugian dalam penegakan hukum.
- Sikap mendua terhadap status pelaku tindak pidana. Dalam tindak pidana ekonomi secara jujur kita harus mengakui bahwa pelaku tindak pidana bukanlah orang yang secara moral salah, tetapi karena melanggar peraturan pemerintah untuk melindungi kepentingan umum.
Kemudian menurut Munir Fuady dalam bukunya Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, suatu kejahatan korporasi memiliki karakteristik tertentu. Diantara karakteristik kejahatan korporasi tersebut antara lain:
- Perbuatan pidana korporasi tersebut membawa keuntungan (ekonomis atau bukan) atau dilakukan dengan motif ekonomis untuk perusahaan tersebut.
- Kejahatan korporasi tersebut membawa akibat negatif kepada orang lain atau membawa akibat negatif yang meluas kepada masyarakat. Misalnya, kejahatan di bidang lingkungan hidup yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat secara meluas.
- Kejahatan korporasi biasanya dilakukan dengan modus-modus yang canggih dan tidak konvensional. Misalnya dilakukan melalui rekayasa finansial yang sulit terdeteksi.
Tata Cara Pemidanaan Terhadap Kejahatan Korporasi
Mardjono Reksodiputro mengatakan bahwa dalam perkembangan hukum pidana di Indonesia ada tiga sistem pertanggung jawaban korporasi sebagai subjek tindak pidana, yaitu:
- Pengurus Korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab.Sistem pertanggung jawaban yang pertama ditandai dengan usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan (natuurlijk persoon). Sehingg apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan pengurus korporasi itu.
- Korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab.Sistem pertanggung jawaban kedua ditandai dengan pengakuan yang timbul dalam perumusan undang-undang bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh perikatan atau badan usaha (korporasi). Akan tetapi tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badan hukum (korporasi) itu.
- Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab.Sistem pertanggung jawaban yang ketiga merupakan permulaan adanya tanggung jawab langsung dari korporasi. Dalam sistem ini dibuka kemungkinan menuntut korporasi dan meminta pertanggung jawabannya menurut hukum pidana.
Nina H. B. Jorgensen menjelaskan ada dua teori yang umum tentang Corporate Criminal Liability yaitu:
- Identification TheoryLandasan dari pertanggung jawaban pidana dari korporasi adalah bahwa perbuatan manusia alamiah tertentu merupakan perbuatan nyata dari korporasi.
- Imputations TheoryKorporasi bertanggung jawab atas perbuatan dan kesalahan dari pelayannya yang bertindak atas nama Korporasi.
Formulasi yang mengatur pelaku orang dan/atau korporasi dan yang dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana orang dan/atau korporasi dapat dilihat dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003 yakni:
Pasal 4
- Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus dan/atau kuasa pengurus atas nama korporasi, maka penjatuhan pidana dilakukan baik terhadap pengurus dan/atau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi.
- Pertanggungjawaban pidana bagi pengurus korporasi dibatasi sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi.
- Korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap suatu tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pengurus yang mengatasnamakan korporasi, apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui kegiatan yang tidak termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
- Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di sidang pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
- Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
Pasal 5
- Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana denda ditambah 1/3 (satu per tiga).
- Selain pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.
Contoh Tindak Pidana Korporasi Berdasarkan Hukum Yang Ada Di Indonesia.
Selain tersangka perorangan, penyidik Kejagung juga menetapkan 10 manajer investasi sebagai tersangka korporasi dalam perkara Asabri. Kesepuluh tersangka korporasi tersebut adalah PT IIM, PT MCM, PT PAAM, PT RAM, PT VAM, PT ARK, PT OMI, PT MAM, PT AAM dan PT CC.
Terhadap penetapan 10 Tersangka Manajer Investasi tersebut dijerat dengan Pasal 2 juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sumber:
- Hartiwiningsih dan Lushiana Primasari. (2019). Buku Materi Pokok HKUM4311 Hukum Pidana Ekonomi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
- Shanty, Lilik. (2017). Aspek Hukum dalam Kejahatan Korporasi. Diakses pada 6 November 2021 dari https://journal.unpak.ac.id
- Kurniawan, Erlangga. (2019). Kejahatan Korporasi dan Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi. Diakses pada 6 November 2021 dari https://lawyeronline.id
- Putra, Nanda Perdana. (2021). Tersangka Korporasi Kasus PT Asabri Surati Kejagung, Sebut Akan Kembalikan Commitment Fee. Diakses pada 6 November 2021 dari https://www.liputan6.com
Komentar
Posting Komentar