Delik Tindak Pidana Ekonomi

Dalam hukum pidana dikenal istilah delict yang dari bahasa latin yakni delictum, yang juga dalam bahasa Belanda disebut delict. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delict diberikan batasan sebagai berikut; "perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang tindak pidana".
Sebagaimana diterangkan S. R. Sianturi dalam buku Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan (hal 204 – 207), dalam peristilahan di Indonesia, delik atau het strafbarfeit telah diterjemahkan oleh para sarjana dan juga telah digunakan dalam berbagai perumusan undang-undang dengan berbagai istilah bahasa indonesia sebagai:
  1. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum;
  2. Peristiwa pidana;
  3. Perbuatan pidana;
  4. Tindak pidana.
Tindak pidana ekonomi adalah bagian dari hukum pidana tetapi yang memiliki kekhususan. Perbuatan yang dapat dinyatakan sebagai tindak pidana ekonomi tercantum pada perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan-peraturan yang berlaku seperti yang disebut dalam Pasal 1 UU Darurat No. 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

Mencakup pula tindak pidana dalam peraturan-peraturan lain, diluar yang dimuat dalam UU No. 7 Tahun 1955 berdasarkan Pasal 1 Angka 3e yang berbunyi:

"pelanggaran sesatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekadar undang-undang itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak-pidana ekonomi."

Tindak pidana ekonomi paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Perbuatan dilakukan dalam kerangka kegiatan ekonomi yang pada dasarnya bersifat normal dan sah.
  2. Perbuatan tersebut melanggar atau merugikan kepentingan negara atau masyarakat secara umum, tidak hanya kepentingan individual.
  3. Perbuatan itu mencakup pula perbuatan di lingkungan bisnis yang merugikan perusahaan lain atau individu lain.
Peraturan-peraturan yang dapat menjadi dasar hukum tindak pidana ekonomi berdasarkan Pasal 1 UU TPE hampir semua tindak pidana yang diatur dalam Pasal 1 UU TPE tersebut sudah diatur tersendiri dalam UU yang lebih khusus.
Seperti misalnya Rechten Ordonantie (Ordonansi Bea) yang memuat penyelundupan yang juga dianggap sebagai materi paling pokok dari UU TPE ternyata telah diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang Kepabeanan Nomor 5 tahun 1995 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006. Dan masih banyak materi lainnya dalam Pasal 1 tersebut yang sudah diatur dalam peraturan khusus lainnya.

Kepolisian Resor Jember menyita berton-ton pupuk jenis ZA dan dan Urea dalam pengungkapan kasus penggelapan pupuk subsidi di wilayah Kabupaten Jember, pada Senin, 11 Oktober 2021.
Pupuk ZA yang bersubsidi merupakan hasil produksi dari PT Petro Kimia Gresik. Sedangkan, pupuk Urea bersubsidi buatan oleh PT Pupuk Sriwijaya. Status kedua produsen tersebut adalah sama-sama Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
tersangka terancam hukuman empat tahun enam bulan penjara karena dijerat beleid berlapis, yaitu Pasal 46 juncto Pasal 24 Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja juncto Pasal 106 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi juncto Pasal 6 juncto Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.


Sumber:

  1. Hartiwiningsih dan Lushiana Primasari. (2019). Buku Materi Pokok HKUM4311 Hukum Pidana Ekonomi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
  1. Maulana, Arif. (2020). Mengenal Unsur Tindak Pidana dan Syarat Pemenuhannya. diakses pada 20 Oktober 2021 dari https://www.hukumonline.com
  1. Aka. (2021). Pupuk Subsidi Asal Petrokimia dan Pusri Bahan Jualan Pelaku Bisnis Gelap. Diakses pada 29 Oktober 2021 dari https://nusadaily.com

Komentar